Langsung ke konten utama

Tebar Hoax, Kini Anies Harus Minta Maaf Setelah Asal Nyablak Soal Data Jalan!


Anies. (Foto: Ist)

Jakarta – Mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan telah berkata soal data pembangunan jalan di era Presiden Jokowi dan Presiden SBY. Urusan akibat pernyataannya itu terus memanjang dan merembet ke mana-mana. Kini, Anies dituntut minta maaf.

Anies mulanya memaparkan pembangunan jalan tol di era Jokowi memang besar bahkan 63% jalan tol di Indonesia dibangun selama 2014 hingga sekarang. Totalnya ada sepanjang 1.569 kilometer, dari total 2.499 kilometer jalan tol yang ada di Indonesia.

Sementara itu, jalan nasional yang berhasil dibangun Jokowi, menurut data yang dia paparkan, hanya sebesar 19 ribu kilometer.

“Jalan tak berbayar yang digunakan secara gratis yang menghubungkan mobilitas penduduk dari sudut desa ke perkotaan, yang membawa produk pertanian, perkebunan, perikanan, dari sentra sentra tempat dihasilkan ke wilayah pasar baik jalan nasional, provinsi, ataupun jalan kabupaten, terbangun 19 ribu km di pemerintahan ini,” ungkap Anies, kini menjadi bakal capres, saat menghadiri perayaan Milad ke-21 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (20/5).

Anies membandingkan 10 tahun lalu, di zaman SBY menjabat presiden, ada sekitar 144 ribu kilometer atau 7,5 kali lipat dari jalan yang dibangun Jokowi.

“Bila dibandingkan dengan jalan nasional di pemerintahan ini membangun jalan nasional 590 km di era sebelumnya 11.800 kilometer, 20 kali lipat. Ini belum bicara mutu, standard, dan lain-lain, hanya panjangnya,” papar Anies.

Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR Hedy Rahadian mengatakan Anies salah menginterpretasi data Badan Pusat Statistik (BPS). Maka, jalan nasional yang turut ikut diterjemahkan dalam angka sebagaimana yang disebut Anies sebenarnya tidak seluruhnya berupa hasil pembangunan jalan. Di antara jalan nasional itu, ada pula jalan berstatus lain yang berubah menjadi jalan nasional.

“Jadi gini, data BPS itu bercerita soal penambahan status, bukan pembangunan jalan. Jadi status kewenangan jalan nasionalnya bertambah, sekian belas ribu kilometer itu,” kata Hedy kepada wartawan di Kompleks Senayan, Jakarta, Rabu (24/5).

“Jadi ini waktu zaman SBY kan nambah tuh jalan nasional, itu bukan hasil pembangunan kebanyakan, ada sih hasil pembangunan tapi sedikit. Zaman Jokowi juga sama, ada perubahan walaupun sedikit, tapi itu tidak ada hubungannya dengan hasil pembangunan,” kata Hedy.

“Masalah utama sebenarnya bukan pada salah baca, tapi memang prioritas pembangunan jalan Jokowi prioritas jalan berbayar, sedangkan SBY jalan umum. Sehingga dari sini bisa kita nilai ada kecenderungan komersialisasi pelayanan dasar infrastruktur jalan,” kata Iqbal, Rabu (25/5) lalu.

Partai NasDem juga menepis tudingan PUPR bahwa Anies salah baca data BPS. Waketum Partai NasDem Ahmad Ali menyebut Anies dan Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR hanya berbeda persepsi dan pemahaman.

“Bukan salah baca data menurut saya, artinya, pemahaman dan persepsi aja yang berbeda,” kata Ahmad Ali saat dihubungi, Kamis (25/5).

Kepala Badiklatda PDIP DKI Gilbert Simanjuntak menyayangkan Anies Baswedan yang dinilai oleh Bina Marga Kementerian PUPR salah menginterpretasikan data Badan Pusat Statistik (BPS) saat membandingkan pembangunan era Presiden Jokowi dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Gilbert menilai harusnya Anies Baswedan meminta maaf usai salah baca data. Menurut Gilbert, Anies salah baca data.

“Heboh soal salah data tentang panjang jalan yang dibangun era Presiden SBY yang dikatakan Anies Baswedan lebih panjang dari yang dibangun Presiden Jokowi, tidak diikuti permintaan maaf Anies mau pun timnya,” kata Gilbert dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Sabtu (27/5/2023).

“Anies sepatutnya minta maaf tentang salah data pembangunan jalan,” kata Gilbert.

Lebih lanjut, anggota DPRD DKI Jakarta ini juga menilai Anies sebetulnya tidak patut membandingkan pembangunan jalan di era Jokowi dan SBY. Dia beralasan, ketika Anies menjabat Gubernur DKI Jakarta, Anies justru mempersempit jalan dengan melebarkan trotoar.

Profesor dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) ini pun mengaku aneh, Anies Baswedan sampai saat ini tidak pernah meminta maaf usai salah baca data. “Pada saat berkata soal adu gagasan, menjadi aneh kalau melihat data saja ngawur dan tidak minta maaf,” imbuhnya.

Partai Demokrat membela Anies. Di mata Deputi Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, Anies tidak salah membaca data. Dia juga memandang justru PDIP yang semestinya meminta maaf kepada masyarakat karena mendorong kader yang penuh dengan gimik dalam gelaran pemilu dari tahun ke tahun.

“Justru merekalah yang semestinya minta maaf ke rakyat. Presiden dijadikan petugas partai, bukan petugas rakyat agar menjadi negarawan yang menjadikan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara sebagai yang utama dan diutamakan. Bukan kepentingan golongan atau kelompok tertentu saja,” ujarnya.

“Mereka yang mesti minta maaf kepada rakyat karena sejak awal kader yang didorong dan dipromosikan menjadi pemimpin di tingkat nasional dipenuhi rekayasa dan gimik. Model pemimpin yang hanya pandai mengumbar janji namun tak cakap dalam menunaikannya. Janji-janji kampanye hanya janji. Pak Jokowi juga model kepemimpinan top-down yang mengabaikan aspirasi dan diskursus di ruang publik seperti pemindahan IKN, UU Ciptaker, dan sebagainya. Termasuk punya andil besar atas terjadinya kemerosotan pada sistem ketatanegaraan kita, kemunduran demokrasi, maraknya korupsi, dan hukum yang tajam ke lawan namun tumpul ke kawan,” sambungnya.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Demi Keadilan dan Terang Benderang, Adi Prayitno: Bawaslu Harus Usut Utang Kampanye Anies Rp 50 Miliar!

Anies. (Foto: Ist) Jakarta  – Direktur Eksekutif Parameter Indonesia Adi Prayitno meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengusut utang kampanye Anies Baswedan saat pilgub 2017 yang jumlahnya sekitar Rp 50 miliar. Pasanya, dana kampanye sebagai peserta pemilu, pasangan calon presiden dan wakil presiden ataupun partai politik diberi hak menerima sumbangan dana kampanye yang tidak mengikat perorangan. Dan tidak boleh melebihi 2,5 miliar rupiah atau yang berasal dari    kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah yang tidak boleh melebihi 25 miliar rupiah. “Secara regulatif ataupun secara etik politik perlu ditelusuri,” kata Adi kepada wartawan, Jum’at (24/2). Adi menjelaskan, aturan sumber dana kampanye telah tercantum dalam Pasal 326 UU Pemilu berpotensi merugikan hak konstitusionalnya. “Rp 50 miliar itu di dalam undang-undang tidak boleh karena melebihi jumlah batas maksimal. Kalau atas nama perusahaan dia gak boleh lebih dari Rp 50 juta. Ini Rp50 miliar atas nama apa? It

Harapan Anies Pupus Geh! Resmi Dukung Prabowo, Budiman Sudjatmiko Sebut Recana Duet Anies dengan Ganjar Tak Cocok

Anies. (Foto: Ist) Jakarta – Ketum Prabu Budiman Sudjatmiko mengunjungi kediaman Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara Nomor IV, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (18/7/2023) malam. (Suara.com/Novian) Wacana duet Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan di Pilpres 2024 makin santer terdengar. Menurut Mantan politisi PDIP yang kini mendukung Prabowo, Budiman Sudjatmiko menyebut keduanya tak cocok dipasangkan. Dalam podcast Merry Riana Sabtu, 26 Agustus 2023, Budiman menyebut alasannya karena nilai-nilai yang dipegang Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan sangat berbeda. “Bagi saya, itu persoalannya bukan lagi organisasional dan politis. Itu bahkan lebih pada soal nilai-nilai yang berbeda ya,” ungkapnya di podcast dilansir dari hops.id. Menurutnya bila duet itu terjadi ia akan lebih bersedih dan akan lebih baik maju terpisah, bersama kelompok masing-masing. “Ya, valuenya berbeda ya. Biarkan Pak Anies dengan kubunya sendiri, dengan kelompok-kelompoknya sendiri,” kata

Sengit! Dukung Anies Sebagai Bapak Politik Identitas, Partai Ummat Preteli Bantahan Koalisi Perubahan!

Dukung Anies Bapak Politik Identitas, Partai Ummat rampok simpatisan Koalisi Perubahan. (Foto: Ist) Jakarta  – Dukung Anies Bapak Politik Identitas, Partai Ummat preteli Koalisi Perubahan justru berkomitmen sebaliknya. Dukungan Partai Ummat pada Anies sebagai Bapak Politik Identitas membuat koalisi perubahan kehilangan arah narasi dalam kampanye. Partai Ummat dukung Anies sebagai Bapak Politik Identitas membuat narasi Koalisi Perubahan sejak Oktober 2022 menjadi mentah percuma. Pengamat Adi Prayitno menilai Koalisi Perubahan yang takut berhadapan dengan pemerintah, kini justru diambil alih Partai Ummat. Sebagai partai baru, Partai Ummat mencuri suara simpatisan Nasdem, Demokrat, dan PKS dalam mewakili kelompok perlawanan. Bukan mustahil, dukungan Partai Ummat pada Anies dan sikapnya pada politik identitas yang tegas membuat elektabilitas Nasdem, Demokrat dan PKS tergerus habis jadi gelandangan politik