Langsung ke konten utama

Karma Instan! SMRC Sebut Kasus Formula E Pengaruhi Elektoral Negatif Ke Anies


Anies. (Foto: Ist)

Jakarta – Kasus dugaan korupsi Formula E memiliki dampak elektoral yang penting. Kasus ini memiliki dampak elektoral yang negatif pada Anies, namun positif pada Ganjar.

Demikian temuan studi Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang disampaikan pendiri SMRC, Prof. Saiful Mujani, dalam program ‘Bedah Politik bersama Saiful Mujani’ episode “Isu Korupsi Formula E dan Pilpres 2024” di kanal YouTube SMRC TV pada Kamis, (27/4/2023).

Saiful menjelaskan, bahwa isu mengenai dugaan korupsi di Formula E sudah muncul sejak awal penyelenggaraan. Isu itu terus bergulir sampai sekarang.

Di KPK sendiri kata dia, isu korupsi ini bahkan dikaitkan dengan penggeseran jabatan di antara pejabat-pejabat penting di lembaga anti-rasuah tersebut. Sebagian orang beropini bahwa hal ini terkait dengan agenda politik.

Tak hanya itu sebut dia, ada yang mengaitkan isu korupsi Formula E ini dengan pilpres. Namun ada juga yang berpandangan bahwa ini tidak ada hubungannya dengan politik, tapi murni persoalan hukum.

“Sampai sekarang Ketua KPK diperiksa oleh Dewan Pengawas KPK apakah dia melanggar kode etik ketika dia memindahkan atau memulangkan ke Mabes Polri dua pejabat penting lembaga tersebut,” ujarnya dalam keterangan tertulis.

Artinya, kata Saiful, apakah dalam penyelenggaraan Formula E terdapat korupsi atau tidak, menjadi isu yang sangat penting.

“Seberapa banyak warga yang menyadari atau tahu tentang isu ini? Lalu dari yang tahu atau mengikuti informasi tentang hal ini, apakah mereka melihat di situ memang ada korupsi atau tidak? Kemudian apa hubungan antara persepsi tersebut dengan pilihan pada calon-calon presiden yang paling kompetitif?,” lanjutnya.

Dalam survei SMRC pada Maret 2023, ditemukan bahwa warga yang mengikuti atau mengetahui isu korupsi di Formula E ini hanya 21 persen. Saiful menekankan bahwa walaupun 21 persen dari 200-an juta pemilih artinya sekitar 40-an juta, tapi 21 persen ini masih jauh dari jumlah keseluruhan pemilih.

Mayoritas (57 persen) dari yang tahu isu tersebut menyatakan yakin korupsi dalam kasus tersebut telah terjadi. Hanya 31 persen yang menyatakan tidak yakin dan 11 persen tidak menjawab.

Saiful menyebut data ini menarik. Walaupun dasarnya (yang tahu isu tersebut) hanya 21 persen, namun mayoritas dari yang tahu merasa yakin bahwa korupsi itu benar-benar terjadi.

Karena itu, Saiful menyimpulkan bahwa kalau yang tahu kasus ini semakin banyak, kecenderungan sentimen negatifnya, yaitu bahwa di situ memang terjadi korupsi, akan semakin besar.

“Masyarakat nampaknya kurang mengikuti isu ini, tapi begitu mereka mengetahui, cenderung negatif, bahwa memang di sana terjadi korupsi,” jelas Saiful.

Ada 60 persen publik yang menilai KPK bekerja dengan baik dalam menyelidiki dugaan korupsi kasus Formula E tersebut, yang menyatakan kurang atau tidak baik sama sekali 33 persen. Ada 7 persen yang tidak menjawab.

“Bagaimana efeknya pada Pilpres? Dari yang menyatakan yakin ada kasus korupsi dalam kasus Formula E tersebut, 60 persen di antaranya memilih Ganjar, 27 persen memilih Prabowo, dan 13 persen memilih Anies. Sebaliknya, yang tidak yakin ada korupsi dalam kasus Formula E (35,2 persen), hanya 24 persen yang memilih Ganjar, 31 persen memilih Prabowo, dan 45 persen memilih Anies,” ungkapnya.

Saiful menjelaskan, bahwa ada perbedaan yang sangat signifikan bahwa keyakinan ada korupsi dalam kasus Formula E itu bisa memperkuat pilihan terhadap Ganjar dan sebaliknya memperlemah dukungan terhadap Anies. Sementara Prabowo relatif netral.

“(Dalam kasus) Formula E ini, yang bertarung adalah para pendukung Ganjar dan pendukung Anies. Para pendukung Anies meyakini tidak ada korupsi, sebaliknya pendukung Ganjar yakin di sana korupsi,” kata Saiful.

Saiful menggarisbawahi bahwa yang menarik adalah bahwa basisnya atau yang tahu kasus itu hanya sekitar 21 persen. Namun mayoritas dari yang tahu itu yakin dalam kasus Formula E tersebut terdapat korupsi.

Artinya, lanjut Saiful, kalau tingkat pengetahuan publik bertambah dari 21 persen, misalnya, menjadi 70 persen, ini akan menjadi masalah besar buat Anies. Sebaliknya, kalau kasus ini bisa diredam (pengetahuan publik tidak naik menjadi 30 atau 40 persen), ini baik untuk Anies.

“Secara elektoral, isu ini penting. Kasus Formula E ini adalah persoalan kontestasi elektoral antara Ganjar melawan Anies,” simpulnya.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Demi Keadilan dan Terang Benderang, Adi Prayitno: Bawaslu Harus Usut Utang Kampanye Anies Rp 50 Miliar!

Anies. (Foto: Ist) Jakarta  – Direktur Eksekutif Parameter Indonesia Adi Prayitno meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengusut utang kampanye Anies Baswedan saat pilgub 2017 yang jumlahnya sekitar Rp 50 miliar. Pasanya, dana kampanye sebagai peserta pemilu, pasangan calon presiden dan wakil presiden ataupun partai politik diberi hak menerima sumbangan dana kampanye yang tidak mengikat perorangan. Dan tidak boleh melebihi 2,5 miliar rupiah atau yang berasal dari    kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah yang tidak boleh melebihi 25 miliar rupiah. “Secara regulatif ataupun secara etik politik perlu ditelusuri,” kata Adi kepada wartawan, Jum’at (24/2). Adi menjelaskan, aturan sumber dana kampanye telah tercantum dalam Pasal 326 UU Pemilu berpotensi merugikan hak konstitusionalnya. “Rp 50 miliar itu di dalam undang-undang tidak boleh karena melebihi jumlah batas maksimal. Kalau atas nama perusahaan dia gak boleh lebih dari Rp 50 juta. Ini Rp50 miliar atas nama apa? It

Harapan Anies Pupus Geh! Resmi Dukung Prabowo, Budiman Sudjatmiko Sebut Recana Duet Anies dengan Ganjar Tak Cocok

Anies. (Foto: Ist) Jakarta – Ketum Prabu Budiman Sudjatmiko mengunjungi kediaman Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara Nomor IV, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (18/7/2023) malam. (Suara.com/Novian) Wacana duet Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan di Pilpres 2024 makin santer terdengar. Menurut Mantan politisi PDIP yang kini mendukung Prabowo, Budiman Sudjatmiko menyebut keduanya tak cocok dipasangkan. Dalam podcast Merry Riana Sabtu, 26 Agustus 2023, Budiman menyebut alasannya karena nilai-nilai yang dipegang Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan sangat berbeda. “Bagi saya, itu persoalannya bukan lagi organisasional dan politis. Itu bahkan lebih pada soal nilai-nilai yang berbeda ya,” ungkapnya di podcast dilansir dari hops.id. Menurutnya bila duet itu terjadi ia akan lebih bersedih dan akan lebih baik maju terpisah, bersama kelompok masing-masing. “Ya, valuenya berbeda ya. Biarkan Pak Anies dengan kubunya sendiri, dengan kelompok-kelompoknya sendiri,” kata

Sengit! Dukung Anies Sebagai Bapak Politik Identitas, Partai Ummat Preteli Bantahan Koalisi Perubahan!

Dukung Anies Bapak Politik Identitas, Partai Ummat rampok simpatisan Koalisi Perubahan. (Foto: Ist) Jakarta  – Dukung Anies Bapak Politik Identitas, Partai Ummat preteli Koalisi Perubahan justru berkomitmen sebaliknya. Dukungan Partai Ummat pada Anies sebagai Bapak Politik Identitas membuat koalisi perubahan kehilangan arah narasi dalam kampanye. Partai Ummat dukung Anies sebagai Bapak Politik Identitas membuat narasi Koalisi Perubahan sejak Oktober 2022 menjadi mentah percuma. Pengamat Adi Prayitno menilai Koalisi Perubahan yang takut berhadapan dengan pemerintah, kini justru diambil alih Partai Ummat. Sebagai partai baru, Partai Ummat mencuri suara simpatisan Nasdem, Demokrat, dan PKS dalam mewakili kelompok perlawanan. Bukan mustahil, dukungan Partai Ummat pada Anies dan sikapnya pada politik identitas yang tegas membuat elektabilitas Nasdem, Demokrat dan PKS tergerus habis jadi gelandangan politik